Ceritera Begawan Wisrawa
Begawan Wisrawa menjadi Raja di Kerajaan Lokapala, menggantikan keprabon mertuanya, dan bergelar Prabu Wisrawa. Pada suatu saat Prabu Wisrawa meletakkan jabatan dan melanjutkan darma hidupnya menjadi Begawan, sehingga putranya yang bernama Wisrawana dinobatkan menjadi Raja di Kerajaan Lokapala bergelar Prabu Wisrawana.
Prabu Wisrawana jejuluk Prabu Danapati atau Danaraja, meskipun telah jumeneng raja namun belum nambut silaning akrama (belum menikah).
Pada suatu hari Prabu Wisrawana mendengar berita bahwa Prabu Sumali raja di Ngalengka mengumumkan sayembara dalam rangka mengawinkan putrinya bernama Dewi Sukesi, sebagai berikut, “Barangsiapa dapat mengalahkan Senapati Ngalengka yang bernama Arya Jambumangli akan didaupkan/dinikahkan dengan Dewi sukesi”.
Prabu Wisrawana bertekad akan mengikuti sayembara di Ngalengka itu. Untuk itu, maka Patih Banendra diperintahkan siap dengan Balatentara untuk berangkat ke kerajaan Ngalengka. Tetapi mendadak Sang Prabu kedatangan tamu ayahnya yaitu Begawan Wisrawa.
Begawan Wisrawa setuju putranya Prabu Wisrawana untuk segera melaksanakan silaning akrama, tetapi tidak menyetujui apabila itu dilaksanakan melalui cara peperangan. Kehendak Sang Bagawan Wisrawa, Dewi Sukesi disuwun dengan silakrama yang baik; dengan Sang Begawan menyanggupkan diri untuk melamar Sang Dewi, dengan sarana sowan Prabu Sumali.
Sang Prabu Danaraja setuju dengan kehendak ayahnya. Oleh karena itu, Patih Banendra diperintahkan untuk menarik kembali pasukannya, dan tidak jadi berangkat ke Ngalengka.
Begawan Wisrawa berangkat sendiri ke Kerajaan Ngalengka dalam rangka melamar Dewi Sukesi untuk dikawinkan dengan Prabu Danapati, putranya. Kedatangan Begawan Wisrawa di Ngalengka masuk di
Setelah mendengar sambutan Prabu Sumali itu, Begawan Wisrawa merasa mendapatkan jalan dan menyampaikan semua tujuan kedatangannya. Kemudian Prabu Sumali menjawab,”Kakang begawan, harap menjadikan kawuningan bahwa prunan Paduka Dewi Sukesi berulangkali menyampaikan prasetyanya, dengan menyatakan, “Biarpun sampai nini nini, apabila belum ada yang dapat menerangkan “Sastrajendra Hayuningrat”, ia tidak akan nambut silaning akrama. Kecuali itu Kakang Begawan, harap menjadi kawuningan bahwa ada penghalang yang malang melintang, yaitu Jambumangli, bergaris saudara nak-derek Sukesi, putra swargi Kakang Malyawan, berkehendak mengawini Sukesi. Untuk itu ia mengadakan sayembara atau pasanggiri, “Pria yang akan mengawini Sukesi untuk dapat terlaksananya, apabila mampu mengalahkan Jambumangli”.
Begawan Wisrawa menanggapinya dengan mengyatakan, “Hatur kawuningan, yayi Prabu. Sastrajendra Hayuningrat itu adalah Rahasia Bawana yang sinengker oleh Sanghyang Jagadnata, oleh karenanya tidak sembarang orang mengetahuinya. Orang yang mengetahui dan dapat mengerti arti dan makna Sastrajendra Hayuningrat kalau mati Sukmanya mengalami Moksa, kembali ke Sangkan Paraning Dumadi. Yayi Prabu, harap menjadikan periksa bahwa Sastrajendra Hayuningrat pangruwating Raksasa (Diyu) itu tidak boleh kawedar di suatu tempat, melainkan berada di Sanggar Palanggatan”.
Prabu Sumali memerintahkan abdi agar membersihkan Sanggar Palanggatan beserta menyiapkan semua uba rampe sesaji yang diminta oleh Begawan Wisrawa. Kemudian Prabu Sumali bersama-sama Begawan Wisrawa masuk ke dalam Sanggar Palanggatan. Sesudah paripurna wejangan Begawan Wisrawa kepada Sang Prabu Sumali, maka mereka bersama-sama ke luar dari Sanggar dan masuk ke dalam
Jawab Dewi Sukesi, “Kawula nuwun inggih rama Prabu. Kawula akan melaksanakan dawuh pangandika paduka”.
Prabu Sumali selanjutnya pulang angedaton. Konon pada malam itu tatkala Begawan Wisrawa menerangkan arti dan makna Sastrajendra Hayuningrat, di Ngarcapada terjadi huru hara gara-gara reh kagiri-giri, dan membuat gara-gara sampai ke Suralaya, sehingga membuat gonjang-gonjingnya (goncangan yang dahsyat di) Jonggringsalaka. Bathara Guru mengetahui akan sebab musababnya gara-gara itu, Sang Bathara segera turun ke Taman Argasoka, dihantar Bathari Uma. Datangnya sang Bathara Guru dan Bathari Uma pada malam hari itu tepat pada saat Begawan Wisrawa sedang mejang Sastrajendra Hayuningrat kepada Dewi Sukesi. Dengan niatan menggoga, Bathara Guru manjing ke (masuk ke dalam) badan Begawan Wisrawa, sedangkan Bathari Uma manjing ke badan Dewi Sukesi. Kejadian itu membuat Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi timbul dorongan rasa cinta birahi asmara, sehingga Begawan Wisrawa kasmaran terhadap Dewi Sukesi dan Dewi Sukesi timbul gairah seksual kepada Begawan Wisrawa. Oleh karena itu, Sang Begawan Wisrawa dan Sang Dewi Sukesi kemudian melakukan hasrat seksualnya dan bersaresmi. Sesudah melakukan bersaresmi, kedua-duanya merasakan bahwa diri mereka terkena coba Dewata. Selanjutnya Sang Begawan dan Sang Dewi selalu bersaresmi berulang kali.
Perbuatan Begawan Wisrawa dan Dewi Sukesi, lama kelamaan ketahuan Sang Prabu Sumali, dan berakhir Sang Prabu mupus pepesthening Jawata (pasrah atau sumendhe ing tahdir). Tetapi Sang Arya Jambumangli, setelah mendengar kabar perbuatan maksiat Begawan Wisrawa dengan Dewi Sukesi, serta merta panasbaran marah, segera masuk ke
Prabu Wisrawana yang bernama juga Prabu Danaraja atau Prabu Danapati mempunyai patih bernama Patih Banengra. Sang prabu mempunyai balatentara Bacanggih atau balatentara campuran antara balatentara manusia dan balatentara Raksasa dengan pemimpin senapati sendiri-sendiri. Senapati Balatentara Manusia berjumlah empat, yaitu: (1) Citrajaya, (2) Citrasudirga, (3) Citragana, dan (4) Citrasakti; sedangkan Senapati Balatentara Raksasa juga berjumlah empat, yaitu: (1) Guhmuka, (2) Rukmuka, (3) Gurmuka, dan (4) Wisnungkara. Prabu Wisrawana mempunyai titihan kereta dari Dewa bernama Wimana Pustaka yang ditarik dengan kuda delapan; bersenjatakan Kunta Baswara pemberian dari Dewa dilengkapi dengan berbagai macam jemparing.
Sang Prabu Wisrawana setelah mendengar berita tentang ayahnya Begawan Wisrawa mengawini Dewi Sukesi maka ia menjadi marah dan membawa Balatentaranya menyerang kerajaan Ngalengka untuk menghukum ayahnya sendiri. Maka terjadilah perang antara Begawan Wisrawa melawan anaknya sendiri yaitu Prabu Wisrawana. Prabu Wisrawana mengeluarkan segala kadigdayaannya, namun selalu kalah terhadap ayahnya. Oleh karena itu, Sang Prabu Wisrawana berniat untuk membunuh ayahnya dengan mengeluarkan senjata andalannya yaitu Kunta Baswara.
Begawan Wisrawa setelah melihat anaknya Prabu Wisrawa memegang jemparing Kunta Baswara, maka ia siap akan mati dan berserah diri kepada Dewa. Kejadian itu ketahuan oleh Batara Narada, maka peperangan dihentikan, dengan bersabda, “Kaki Prabu Danaraja, seyogyanya Kaki Prabu mundur, perbesar Tapa Brata dan Samadi, mintalah maaf kepada sudarmamu”. Prabu Wisrawana lalu turun dari Kereta Pusaka dan menyembah serta minta maaf kepada Begawan Wisrawa. Kemudian Prabu Wisrawana ditabiskan oleh Dewa dan diangkat menjadi Dewa bernama Batara Wisrawana atau Batara Kuwera yaitu dewanya kekayaan atau Rajabrana.
Inti ajaran moral yang dikemas dalam ceritera wayang Begawan Wisrawa tersebut adalah:
1. Silsilah Ngalengka adalah keturunan dari Batara Daksa yang menurunkan Darah Raksasa (atau Nafsu Angkara). Dewi Sukesi sebagai wadah lahirnya Sifat Angkara (berputra Dasamuka, Kumbakarna, Sarpakenaka, dan Wibisana), dengan gambaran sebagai berikut:
a. Dasamuka menggambarkan manusia yang murni angkara atau sifat membunuh yang keji.
b. Kumbakarna menggambarkan manusia yang menakutkan karena kekejamannya tetapi tidak membunuh, menyiksa.
c. Sarpakenaka menggambarkan manusia yang menyakitkan, memfitnah.
d. Wibisana = sadar bahwa sifat angkara adalah sesat.
2. Resi Wisrawa melambangkan adanya sifat Suci yang masih duniawi, akibatnya apabila kurang hati-hati akan membuahkan sifat:
a. Negatif = Sifat suci apabila dicampur dengan perilaku duniawi, dicampur dengan perbuatan yang mengarah ke rasa puas atau rasa nikmat duniawi, niscaya akan terperosok ke perbuatan nalisir ing beberer.
b. Positif =Kehidupan duniawi dapat menunjang tujuan suci apabila
kehidupan manusia disertai dengan perilaku “eling” yang diwujudkan perilaku yang berasaskan “kewajiban dan tanggung jawab” dan moral “disiplin”. Sebagaimana digambarkan prabu Wisrawana dalam akhir hidupnya menjadi “Dewa Kuwera”, sesudah ia lulus dan berbakti kepada orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar