Selasa, 01 September 2009

Betara Kamajaya dan Betari Kamaratih

Ceritera Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih

Betara Kamajaya dari Kahyangan Cakrakembang mempunyai garwa bernama Betari Kamaratih. Diceriterakan bahwa di kala Bathara Guru sedang memuja Samadi, Kahyangan Jonggring Salaka kedatangan Balatentara Asuraraja yang rajanya bernama Prabu Nilarudra. Kedatangan mereka itu berkehendak untuk mengalahkan bathara Guru dan menguasai Kahyangan. Bathara Kamajaya tahu bahwa yang dapat mengalahkan Prabu Nilarudra hanyalah Bathara Guru, pada hal Bathara Guru sedang memuja Samadi. Oleh karena itu Bathara Kamajaya menjemparing Bathara Guru dengan jemparing Pancawisaya agar Bathara Guru terbangun dari posisi memuja Samadi.

Tatkala terkena jemparing Pancawisaya, maka bangunlah Bathara Guru dari Samadinya dan melihat Bathara Kamajaya yang membuatnya terbangun. Melihat itu, Bathara Guru menjadi murka dan karena sangat membara marahnya maka Mata Ketiga Bathara Guru mengeluarkan Api, berkobar-kobar membakar Bathara Kamajaya hingga mati.

Bathari Kamaratih, isterinya ketika melihat suaminya yaitu Bathara Kamajaya mati terbakar api dari Netra Ketiga Bathara Guru, mendadak bangkit dan turut serta suaminya masuk ke dalam Api. Di dalam Api itu ia melihat suaminya melambai-lambaikan tangannya dan berakhir menyatu dengan suaminya dan hangus menjadi abu dan hilang dari pemandangan.

Para Dewa yang menyaksikan Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih lebur menjadi abu, matur dan memohon kepada Bathara Guru agar Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih dapat dihidupkan kembali. Oleh Bathara Guru permintaan para Dewa itu tidak dikabulkan, sebab kehendak Bathara Guru agar Bathara Kamajaya malinggih di hati sanubari para Pria, sedangkan Bathari Kamaratih malinggih di hati sanubari para Putri.

Dari ceritera tersebut dapat diterangkan berikut ini. Di dalam Loka Kelima (Loka Nabati) terdapat misteri hubungan Mikro­kosmos (Jagading Manungsa) dengan Makrokosmos (Bawana Gede atau Alam Raya). Dari telur dalam Kandungan ibu berkembang menjadi Janin dan terus membesar menjadi bayi lahir di Dunia; proses perkembangannya ditopang oleh Badan Nabati dari Bawana Gede berupa makanan dan minuman nabati dalam kandungan badan seorang ibu melalui ke Adi Ari-Ari dan seterusnya melalui Puser (Pusat) dan masuk ke Badan Janin. Dari pembentukan Telur menjadi Janin dan dibarengi oleh adanya Sang Hidup atau Sukma yang disertai Waranugraha Sanghyang Widi berupa sifat-sifat yang Positif, Baik, Mulia, Suci ke jenis yang lahir menjadi Pria atau Wanita; dalam wayang digambarkan Bathara Kamajaya untuk jenis Pria, dan Bathari Kamaratih untuk jenis Wanita.

Apabila sifat–sifat Positif, Baik, Mulia, Suci ini dilestarikan oleh manusia dengan cara membentengi diri dari sifat-sifat negatif, Hawa Nafsu dan Angkara Murka, maka manusia akan hidup bahagia. Untuk itu dalam melestarikan sifat Positif, Baik, Mulia, Suci itu Budaya Jawa melestarikannya dengan memeteraikannya pada saat diadakan Upacara Temanten (Pernikahan) terdapat/diadakan hiasan berbentuk “Kembar Mayang” sebagai gambaran adanya Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih untuk merestui dan Malinggih di Hati Sanubari mempelai berdua.

Mekanisme perjalanan hidup manusia sebagaimana diterang­kan di depan di simbulkan melalui perjalanan ke Candi Cetha, dengan urutan masuknya dimulai dengan masuk ke daerah Jenawi (Jenawi artinya Air Bening atau Pepadang). Maksudnya adalah “apabila manusia hidup tanpa Ilmu atau Pepadang (Air Bening) maka hidupnya akan buta tidak tahu arah”.

Kemudian dari Jenawi berjalan terus akan melalui Goa Cakrakembang, yang melambangkan Kahyangan Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih; maksudnya adalah “dalam ilmu (di Goa cakrakembang) itu diterangkan bahwa Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih adalah sifat Positif, Baik, Mulia, Suci yang malinggih dan terdapat di Hati Sanubari manusia yang apabila dilestarikan atau di­bentengi dari adanya sifat Negatif, Hawa Nafsu, Angkara Murka, niscaya manusia dalam mencapai tujuan hidup Mulia akan direstui Sanghyang Widi, sehingga mudah untuk tercapainya”.

Perjalanan akhirnya sampai di Candi Cetha. Di Candi Cetha terdapat empatbelas Trap/Loka/Halaman/Sap, dengan di masing-masing Loka terdapat Arca ataupun Relief yang menerangkan adanya Ilmu Sangkan Paraning Dumadi; orang jawa menamakan Bumi Sap Pitu dan Langit Sap Pitu (Bumi tujuh tingkatan dan Langit tujuh tingkatan), berjumlah empatbelas Sap atau Loka/Halaman.

Inti ajaran moral dari ceritera wayang Bathara Kamajaya dan Bathari Kamaratih dalam Loka kelima (Loka Nabati) serta dalam Goa Cakrakembang tersebut adalah:

1. Kama berarti keinginan, nafsu, hasrat, kepuasan, kesenangan, Karep. Sedangkan Jaya berarti menang, unggul, kemenangan, utama. Jadi Kamajaya berarti manusia Utama, orang Jawa menamakan Lancuring Bawana atau Lelananging Jagad, ialah “manusia utama atau manusia yang mempunyai Rasa Kewajiban dan Tanggung Jawab”; dalam sudut pandang Budaya dinamakan Manusia Pangayom.

Sedangkan Ratih berarti cinta murni, mesra dengan tulus. Juga berasal dari kata Rati berarti Dewa Asmara dan menjadi Ratih artinya “sikap mesra yang tulus murni”. Jadi Kamaratih berarti manusia mesra dan murni, sebagai wahana terbentuknya mahligai rumah tangga yang penuh kasih dan sayang, sebagai wadah rumah tangga damai sejahtera atau bahagia. Untuk itu, maka ia harus melaksanakan lampah dan berilmu seperti yang digambarkan dalam Ceritera Wayang lakon Mahesa Sura untuk mikro (Sifat Dalam) dan Ceritera Wayang lakon Ngalengkadiraja untuk makro (Sifat Luar atau alam raya), guna terbentuknya Manusia Dewi atau Putri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar